Sabtu, 26 Januari 2013

Karakteristik konsumen indonesia (pada umumnya) dan faktor yang paling mempengaruhi perilaku konsumen indonesia (jelaskan) !


·          Karakteristik dari Konsumen
Indonesia (pada umumnya)
Indonesia memiliki lebih dari 200 juta penduduk dengan ratusan suku yang tersebar  di berbagai pulau. Sekalipun berbeda-beda suku dan bahasa, namun pasti ada kesamaan karakter, yang bisa dijadikan patokan bagi para marketer untuk menjalankan strategi marketing. 10 karaktek unik konsumen Indonesia bisa dijadikan referensi yang pas untuk itu. Namun Anda harus hati-hati menyelami karakter ini.
Karakter dari konsumen Indonesia itu antara lain:
1.        Berpikir jangka pendek (short term perspective), ternyata sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak berpikir jangka panjang. Salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba instant.
2.        Tidak terencana (dominated by unplanned behavior), hal ini tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatannya menarik (tanpa perencanaan sebelumnya).
3.        Suka berkumpul, masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah situs social networking seperti Facebook dan Twitter sangat diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.
4.        Gagap teknologi (not adaptive to high technology), Sebagian besar konsumen Indonesia tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna biasa dan hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan pengguna lain.
5.        Berorientasi pada konteks (context, not concent oriented), Konsumen kita cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya.dengan begitu, konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu sendiri.
6.        Suka buatan Luar Negeri (receptive to COD effect), sebagian konsumen Indonesia juga lebih menyukai produk Luar Negeri daripada produk dalam negeri, karena bisa dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibandingkan produk di Indonesia.
7.        Beragama (religious), Konsumen Indonesia sangat perduli terhadap isu agama. Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung simbol-simbol agama.
8.        Gengsi (putting prestige as important motive), konsumen Indonesia sangat getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi Irawan D, ada tiga budaya yang menyebabkan gengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengan materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.
9.        Budaya lokal (strong in subculture), sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk Luar Negeri, namun unsur-unsur fanatisme kedaerahannya ternyata cukup tinggi. Hal ini berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain.
10.    Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment), salah satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangan pedulian mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang ringgal di perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan. Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga akan lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap mereka.

·          Faktor yang paling mempengaruhi perilaku konsumen Indonesia, jelaskan sebabnya
Perilaku pembelian konsumen sebenarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.
Menurut Kolter, Philip, Keller, Kevin Lane faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen sebagai berikut:
1.        Faktor budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan dan perilaku pembentuk paling dasar. Anak-anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, suku, agama, ras, kelompok bagi para anggotanya. Ketika sub-budaya menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan akan sering merancang program pemasaran yang cermat disana.
2.        Faktor sosial
Selain faktor budaya, perilaku konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tiak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Peran dan status sosial seseorang menunjukkan kedudukan orang itu setiap kelompok sosial yang ia tempati. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status.
Contoh, seseorang yang memiliki peran sebagai manajer dan status yang lebih tinggi dari pegawai kantor, dimana ia juga memiliki banyak keluarga dan anak, tentu ia akan tertarik dengan produk mobil dari Toyota, karena ada kesesuaian antara kebutuhan dan keunggulam Toyota sebagai mobil kelurga ideal terbaik Indonesia, ia bahkan juga bisa membeli pakaian mahal dan juga keluarganya, membeli rumah besar untuk keluarganya dan lain-lain.
3.        Faktor pribadi
Keputusan membeli juga di pengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadiaan dan konsep diri, juga nilai dan gaya hidup pembeli.
4.        Faktor psikologi
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah adanya rangsangan pemasaran luar seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya. Satu perangkat psikologi berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilakan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dengan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis (motivasi, persepsi, ingatan  dan pembelajaran) secara fundamental, mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap rangsangan pemasaran.
Sedangkan menurut James F.Engel-Roger D Blackwell-Paul W.Miniart dalam saladin terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu:
1.    Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.
2.    Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian. Gaya hidup dan demografi. Perbedaan idividu merupakan faktor invternal (interpersonal) yang menggerakan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
3.    Proses psikologis, tentu dari pengolahan informasi, pembelajaran. Perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam menambah keputusan pembelian.
SUMBER :

Jumat, 18 Januari 2013

Penjelasan tentang Consumer Innovatiness, Compulsive Comsumption, Consumer Etnocentrism beserta contohnya.


CONSUMER INNOVATINESS
Consumer innovation menggabungkan sejumlah konsep dan praktek-praktek yang membantu organisasi mengatasi suatu tantangan pertumbuhan di usia yang diberdayakan dan aktif (baik bisnis dan konsumen). Hal ini menuntut pendekatan baru untuk inovasi dan juga strategi pembuatan yang menekankan pengembangan yang cepat, belajar cepat, eksperimen yang sedang berlangsung dan tingkat yang lebih besar dari kolaborasi nilai penciptaan. Pelanggan inovasi dampak pada semua kegiatan berikut ini, fungsi dan disiplin:
·         Strategi pemasaran dan manajemen
·         Merek strategi dan manajemen
·         Strategi komunikasi
·         Pengalaman pelanggan desain dan pengiriman
·         Manajemen hubungan pelanggan
·         Layanan pelanggan desain dan manajemen mutu
·         Pasar dan segmentasi pelanggan
·         Kreativitas dan manajemen pengetahuan termasuk riset pasar
·         Partner dan kolaborasi pelanggan
·         Inovasi strategi dan manajemen
·         Inovasi penilaian, pengukuran dan prioritas

Contoh untuk conusmer innovatiness
Sebagai contoh, berdasarkan penelitian ini, Tellis, yang memiliki pengalaman meluncurkan produk baru melalui jasa, lalu sebagai manajer pengembangan penjualan di Johnson & Johnson, direkomendasikan bahwa bisnis mempekerjakan “strategi air terjun” (yaitu, sebuah rilis country-to-negara yang berjenjang) versus “strategi sprinkler” (semua pada satu waktu) untuk produk baru, pastikanlah untuk pendekatan mereka bervariasi tergantung pada negara dan katagori produk.

COMPULSIVE COMSUMPTION
Topik konsumsi kompulsif, bahwa dorongan untuk membeli incontrollable yang mempengaruhi banyak konsumen yang besar, telah menerima peningkatan perhatian dari para peneliti selama beberapa tahun terakhir. Para peneliti telah melaporkan temuan menarik tentang bentuk menarik dari kecanduan. Strategi penelitian umum mereka telah ke pembeli kontras kompulsif dari konsumen biasa pada variabel yang relevan secara teoritis. Mereka telah menemukan konsumen kompulsif untuk menjadi lebih materialistis tapi tanpa harus melampirkan kepentingan yang lebih besar terhadap kepemilikan barang-barang konsumsi. Mereka juga menemukan mereka untuk menjadi lebih iri, lebih mungkin untuk berpikir bahwa berbelanja adalah menyenangkan, kurang murah hati, lebih mungkin untuk merasa bersalah setelah membeli sesuatu, lebih tinggi pada orientasi fantasi-imajinasi umum dan lebih rendah pada harga diri.
Strategi penelitian kompulsif versus normal juga telah diadopsi dalam penelitian lain. Sebagai bagian dari proses validasi instrumen pengukuran, Valence, d'Astous dan Fortier (1988) telah menemukan pembeli kompulsif menjadi lebih cemas pada umumnya dan lebih mungkin untuk memiliki dalam lingkaran keluarga mereka orang tua yang menunjukkan perilaku konsumen kasar seperti alkoholisme , toxicomania atau bulimia. Dalam penelitian lainnya (d'Astous dan Bellemare 1989), sejumlah kecil pembeli kompulsif dan normal sesuai dengan usia, jenis kelamin, pendapatan dan pekerjaan yang kontras pada reaksi mereka untuk mencetak iklan. Kelompok kompulsif ditunjukkan untuk bereaksi lebih baik daripada kelompok lain untuk gambar-berorientasi iklan
 
Contoh untuk Compulsive Consumption
Seorang anak belasan tahun dapat memandang dirinya sebagai “lebih didambakan, lebih modern, dan lebih sukses” karena ia memiliki “sepasang sepatu karet model tahun terakhir” yang diburu oleh banyak orang. Emosi manusia dapat dihubungkan dengan kepemilikan yang berharga sehingga kepemilikan tersebut dapat dianggap sebagai perluasan diri.

CONSUMER ETNOCENTRISM
Menyelidiki hubungan antara etnosentrisme konsumen dan konsumen sikap terhadap produk manufaktur asing di kategori produk di mana dalam negeri alternatif tidak tersedia. Keputusan seperti situasi (yaitu pilihan produk dalam kategori tanpa Alternatif domestik) yang umum bagi konsumen di negara-negara yang lebih kecil di seluruh Eropa, dan dengan demikian penting bagi manajer pemasaran untuk memahami. Itu hipotesis bahwa individu dengan tingkat tinggi etnosentrisme konsumen akan memiliki sikap yang lebih baik terhadap produk budaya dari negara yang sama dibandingkan dengan produk dari budaya yang berbeda negara. Klasifikasi nilai-nilai budaya yang diusulkan oleh Schwartz digunakan untuk membangun budaya kesamaan, dan sikap dari sampel yang representatif dari konsumen Selandia Baru dinilai menggunakan mail survey nasional. Hasil kami menunjukkan bahwa kesamaan budaya adalah penting pertimbangan bagi konsumen yang sangat etnosentris dalam evaluasi produk asing. Sejumlah implikasi teoritis dan manajerial yang dibahas.

Contoh untuk Consumer Etnocentrism
            Konsumen yang cenderung kurang etnosentris adalah mereka yang masih muda, mereka yang laki-laki, oramg-orang yang berpendidikan lebih baik, dan mereka dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Karena faktor-faktor penentu etnosentrisme konsumen dapat bervariasi dari satu negara ke negara dan budaya ke budaya. Di Turki, patriotiotisme ditemukan motif yang paling penting untuk etnosentrisme konsumen. Diteorikan, adalah karena budaya kolektivis Turki, dengan patriotisme menjadi ekspresi penting dari kesetiaan kepada kelompok. Di Republik Ceko lebih individualistis, perasaan nasionalisme berdasara\kan rasa superioritas dan dominasi muncul untuk memberikan kontribusi yang paling penting untuk etnosentrisme konsumen.


SUMBER :


Nama   : Nurul Aini
Kelas   : 3EA18
NPM   : 15210196