Kamis, 24 November 2011

BAB 1. Konsep koperasi

1.             Pendahuluan
1.1              Konsep Koperasi
Menurut bapak koperasi Indonesia koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada sesama kawan , berdasarkan dengan “seorang buat semua dan semua buat orang”.

1.1.1        Konsep Koperasi Barat
Konsep koperasi barat adalah suatu organisasi swasta yang dibentuk oleh orang-orang secara sukarela dan yang mempunyai kesamaan kepentingan, dengan maksud untuk mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan suatu keuntungan timbal balik untuk anggota koperasi maupun perusahaan koperasi. Persamaan kepentingan tersebut berasal dari perorangan ataupun kelompok.

1.1.2        Konsep Koperasi Sosialis
Konsep koperasi sosialis menyatakan bahwa koperasi ini direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan di bentuk dengan tujuan merasionalkan suatu produksi dari kepemilikan pribadi kepemilikan kolektif, untuk menunjang perencanaan nasional. Sebagai alat pelaksana dari perencanaan yang ditetapkan secara sentral, maka koperasi merupakan bagian dari suatu tata administrasi yang menyeluruh, dan berfungsi sebagai badan yang turut menentukan kebijakan publik, serta merupakan badan pengawasan dan pendidikan. Koperasi ini juga tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan subsistem dari system sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan system sosialis komunis. Peran penting lain dari koperasi adalah sebagai mencapai tujuan sosial politik.



1.1.3        Konsep koperasi negara berkembang
Konsep koperasi negara berkembang adalah koperasi yang sudah berkembang dengan cirinya tersendiri, yaitu dengan dominasi campur tangan dari pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya. Tujuan dari koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi bagi anggotanya.

1.2              Latar belakang timbulnya aliran koperasi
Perbedaan suatu ideology suatu bangsa akan mengakibatkan pula perbedaan system perekonomiannya dan tentunya aliran koperasi yang dianutpun akan berbeda pula . Sebaliknya, setiap suatu system perekonomian suatu bangsa menjiwai ideology bangsanya dan aliran koperasinya pun akan menjiwai system perekonomian dan ideology bangsa tersebut. Secara umum aliran koperasi yang dianut oleh berbagai negara di dunia dapat dikelompokan berdasarkan peran gerakan koperasi dalam system perekonomian dan hubungannya dengan pemerintah. Paul Hubert Casselman membaginya menjadi 3 aliran, yaitu aliran Yardstick, aliran Sosialis, aliran Persemakmuran (commonwealth).
Aliran Yardstick pada umumnya dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut system perekonomian liberal. Menurut aliran ini, koperasi dapat menjadi suatu kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan dan juga mengoreksi berbagai keburukan yang ditimbulkan oleh suatu system kapitalisme. Walaupun demikian, aliran ini menyadari bahwa organisasi koperasi sebenarnya kurang berperan penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam system dan struktur perekonomiannya. Pengaruh dari aliran ini cukup kuat, terutama di negara-negara barat dimana industri berkembang dengan pesat dibawah system kapitalisme.
Menurut aliran sosialis, koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai suatu kesejahteraan masyarakat, disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi. Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara bagian Eropa Timur dan Rusia.
Sedangkan aliran persemakmuran (Commonwealth) memandang koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat.

1.2.1        Keterkaitan ideologi sistem perekonomian dan aliran koperasi
Ideologi                                Sistem Perekonomian                    Aliran Koperasi
Liberalisme                              Ek.Bebas/Liberal                              Yardstick 
Komunis/Sosialis                           Ek.Sosialis                                   Sosialis
Tidak termasuk keduanya          Ek.Campuran                          Commonwealth          

1.3              Sejarah perkembangan koperasi
Sejak lama bangsa Indonesia telah mengenal yang namanya kekeluargaan dan kegotongroyongan yang dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa kita ini, yaitu bangsa Indonesia. kebiasaan-kebiasaan nenek moyang yang turun-temurun itu dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah Arisan.
Bentuk-bentuk ini yang lebih bersifat kepada kekeluargaan, kegotongroyongan, hubungan social, nonprofit dan kerjasama disebut Pra Koperasi. Pelaksanaan yang bersifat pra-koperasi terutama di pedesaan masih dijumpai, meskipun arus globalisasi terus merambat ke pedesaan.
1.3.1        Sejarah lahirnya koperasi
Koperasi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perekonomian Indonesia. Karena tujuannya yang mengutamakan kesejahteraan anggotanya di atas pencarian keuntungan. Koperasi terus dikembangkan hingga sekarang ini. Kebijakan ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Satu-satunya bentuk usaha yang sesuai dengan pasal ini adalah koperasi.
Gerakan koperasi di Indonesia dimulai dengan lahirnya “Bank Pertolongan & Tabungan” yang didirikan pada tahun 1896 oleh Raden Aria Wira Atmaya di Kabupaten Banyumas, Purwokerto, yang tujuannya untuk membebaskan masyarakat dari lintah darat.
Kemudian, melalui perjuangan yang cukup panjang pada tahun 1927 keluar peraturan tentang “Perkumpulan Koperasi Bumi Putera” No. 91 tahun 1927. Melalui peraturan tersebut maka izin mendirikan koperasi di perlonggar. Kongres koperasi 1 diselenggarakan atas dorongan Bung Hatta pada tanggal 12 Juli 1947 di tasik malaya.
Keputusan penting dalam kongres 1 antara lain:
a.      Mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya.
1. Mengajukan berdirinya “Koperasi Desa” dalam rangka mengatur  
   perekonomian pedesaan.
2.  Menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi.
Pada bulan Juli 1953 diadakan kongres koperasi ke II di Bandung keputusan penting dalam kongres tersebut adalah:
1.    Mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
2.    SOKRI di ubah menjadi Dewan Koeprasi Indonesia.
          Pada bulan September 1956 diadakan Kongres Koperasi ke III di Jakarta  keputusan penting yang dihasilkan dalam kongres tersebut antara lain:
1.    Penyempurnaan Organisasi Gerakan Koeprasi.
2.    Menghimpun bahan untuk undang-undang perkoperasian.
Undang-undang perkoperasian yang pakai hingga saat ini adalah UU Perkoperasian No. 25 tahun 1992.
Seperti badan usaha lain, koperasi mempunyai kelebihan dan kelemahan, kelebihan dari koperasi yaitu:
1.    Usaha koperasi tidak hanya diperuntukkan kepada anggotanya saja, tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya.
2.    Koperasi dapat melakukan berbagai usaha diberbagai bidang kehidupan ekonomi rakyat.
3.    Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dihasilkan koperasi dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha masing-masing anggota.
4.    Membantu membuka lapangan pekerjaan
5.    Mendapat kesempatan usaha yang seluas-luasnya dari pemerintah.
6.    Mendapat bimbingan dari pemerintah dalam rngka mengembangkan koperasi.
Sedangkan kelemahan koperasi yaitu:
1.    Umumnya, terdapat keterbatasan Sumber Daya Manusia, baik pengurus      
     maupun anggota terhadap pengetahuan tentang perkoperasian.
2.    Tidak semua anggota koperasi berperan aktif dalam pengembangan koperasi.
3.    Koperasi identik dengan usaha kecil sehingga sulit untuk bersaing dengan 
     badan usaha lain.
4.  Modal koperasi relatif terbatas atau kecil bila dibandingkan dengan badan  usaha lain.
Pengurus dan anggota kurang memiliki jika wira usaha sehingga mengalami kesulitan untuk berkembang.
1.3.2        Sejarah berkembang koperasi Indonesia
Kalau dilihat dari pengertian bahasa koperasi yang bermakna bekerja bersama-sama (sudah dijelaskan pada pembahasan awal), maka hal itu menjadikan bahwa koperasi telah ada sejak manusia ada, karena manusia tidak bisa hidup tanpa bekerja sama dengan manusia lain (makhluk sosial).
Menurut Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti bahwa secara lembaga koperasi ini mulu-mula ada dan dikenal oleh masyarakat sejak awal abad ke-19, sebagai hasil usaha spontan yang di lakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas serta akibat dari penderitaan sosial yang timbul dari sistem kapitalisme.
Di Indonesia, koperasi pertama didirikan di Leuwiliang Purwokerto pada tanggal 16 Desember 1895 (sumber lain 1896) yang didirikan oleh seorang Patih Purwokerto bernama Raden Ngabei Ariawiriaatmadja bersama kawan-kawannya untuk menolong sejawatnya para pegawai negeri pribumi dalam melepaskan diri dari cengkeraman pelepas uang, yang kala itu merajalela yang diberi nama Belanda “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofden”, artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih sama dengan “Bank Simpan Pinjam untuk para Priyayi Purwokerto”, pemerintah kolonial Belanda sering menyebutnya dengan istilah “Bank Priyayi”, gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Asisten Residen Purwokerto E. Sieburg, atasan sang patih. Hal itu tidak berlangsung lama karena E. Sieburg digantikan oleh De Wolf van Westerorde.
Pemerintah Belanda melalui De Wolf van Westerorde menghalangi berkembangnya koperasi waktu itu, karena takut organisasi koperasi diperalat untuk alat politik melawan penjajah dan kemampuan rakyat dalam berorganisasi lewat koperasi dapat menjadi embrio kemampuan berorganisasi politik. Ternyata apa yang menjadi kekhawatiran pemerintah Hindia Belanda ini, akhirnya memang menjadi kenyataan.
Berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 yang disusul oleh Sarekat Dagang Islam (kemudian menjadi Serikat Islam) membangkitkan juga gerakan koperasi. Kedua organisasi ini membangkitkan semangat rakyat dan mendorong pembentukan koperasi rumah tangga (Koperasi Industri kecil dan Kerajinan) dan koperasi konsumsi yang merupakan alat memperjuangkan secara mandiri peningkatan taraf hidup.
Sekalipun terdapat kesulitan dalam mengembangkan koperasi pada periode ini yaitu karena kekurangan skill dan modal, namun banyak koperasi di kalangan pengusaha kecil, petani dan pegawai negeri berkembang pesat. Pada tahun 1939 jumlah koperasi telah mencapai 1712 dan yang terdaftar sebanyak 172 dengan anggota sebanyak 14.134.
Karena kewalahan dalam membendung berkembangnya koperasi tersebut, maka pemerintah Hindia Belanda bermaksud mengaturnya, dan akhirnya keluarlah Undang-undang tentang koperasi yang dikenal dengan nama “Verodening op de Cooperative Verenigingen” pada tahun 1915. Akan tetapi karena Undang-undang ini berkiblat pada hukum perniagaan Eropa, maka lebih banyak menghambat dari pada mendorong pertumbuhan koperasi. Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa akte atau rancangan pendirian koperasi harus diperiksa dan disetujui oleh Gubernur Jenderal, maka berarti untuk mendapatkan akte pendirian koperasi tidaklah mudah.
Sebagai konklusi dari pembahasan di atas, ternyata sejarah koperasi sangat diwarnai dengan perjuangan yang panjang sejak praa kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan hingga sekarang ini orde reformasi. Perjuangan panjang ini tidak harus berhenti sampai di situ saja. Perlu ada usaha pembangunan citra koperasi agar tidak lagi gelap di mata masyarakat, seakan orang yang berkiprah di koperasi itu adalah orang yang tidak punya pilihan lain dari sebuah pekerjaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar